Sekilas saya rasakan, buku ini seolah mengajak dan menuntun untuk merasakan, bukan memikirkan!! Ketika rukuk dan sujud, terasa sekali ketenangan ruas-ruas tulang dan otot menjadi rileks. Ketika mengucapkan tasbih dengan penghayatan dan seolah memberikan pujian dihadapan Allah dengan sesungguhnya. Terasa sekali desiran hati akan sentuhan kalimat tayyibah menyusup dengan jelas. Sungguh sajian yang menarik untuk dimiliki dan dirasakan secara langsung.
Kalau masih mempunyai hobbi berdebat lalu mencari kesalahan dan mencari pembenaran atas aliran-aliran fikih dalam Islam, disarankan jangan baca buku ini. Karena saya pikir, khusyu’ itu tidak hanya dimiliki oleh satu aliran fikih saja. Akan tetapi, bisa dirasakan oleh siapa saja yang meyakini akan pertemuannya dengan Allah dikala berdiri shalat. Apapun jalan syariatnya, yang penting sesuai dengan nash yang sudah disepakati oleh jumhur ulama salaf maupun khalaf dan semuanya mengacu kepada hadist Nabi:
Shallu kama raitumuuni ushalli
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat..
Saya sangat appreciate, atas diterbitkannya buku saudara Mardibros. Karena untuk menjalankan shalat yang khusyu’, tidak harus menjadi ahli dalam bidang agama yang luas. Sebagaimana orang yang hendak menunaikan ibadah zakat , haji ataupun berpuasa. Ilmu yang diperlukan hanya sekitar hukum-hukum fikih, zakat, haji dan puasa. Disamping itu, hanya diperlukan sebuah keyakinan adanya Allah yang sangat dekat. Kalau keyakinan itu ada, tidaklah mungkin orang yang meyakini adanya Allah yang Maha Melihat, lalu shalatnya terburu-buru. Kalau dia meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui gerak-gerik hati setiap hamba-Nya, tidak mungkin shalatnya tidak serius.
Masihkah masalah shalat khusyu’ menjadi persoalan yang harus diperdebatkan dan diberikan alasan bermacam-macam. Hanya gara-gara tidak serius atas seluruh ibadahnya, lalu mengatakan shalat khusyu’ itu tidak ada bahkan mengatakan tidak mungkin.
Padahal dengan tegas, Al Qur’an mengatakan :
Padahal dengan tegas, Al Qur’an mengatakan :
Qad aflahal mu’minuun, alladziina hum fii shalaatihim khasyi’uun.
Sungguh beruntung orang-orang beriman, yang di dalam shalatnya dilakukan dengan rasa khusyu’. (QS Al Mukminun [23]:1-2).
Sungguh beruntung orang-orang beriman, yang di dalam shalatnya dilakukan dengan rasa khusyu’. (QS Al Mukminun [23]:1-2).
Sebaliknya Al Qur’an juga mengatakan bahwa ada shalat yang dilakukan oleh orang-orang munafik.
Innal munaafiqiiina yukhadi’uunallaaha wa huwa khaadi’uhum, idzaa qaamuu ilash shalaati qaamuu kusaalaa yuraauunan naasa wa la yadzkuruunallaaha illaa qaliilaa.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah juga akan membalas atas tipuannya tersebut. Mereka itu apabila melaksanakan shalat dilakukan dengan perasaan malas, dan mereka tidak serius didalam mengingat Allah kecuali hanya sedikit saja. (QS An Nisaa’ [4]:142)
Singkatnya, shalat itu ada dua jenis yang tercantum dalam Al Qur’an, yaitu shalatnya orang mukmin dan shalatnya orang-orang munafik. Tinggal kita menilai, jenis shalat yang mana yang biasa kita lakukan.
Abu Sangkan
Jakarta, 31 Agustus 2008